ASURANSI DAN JAMINAN SOCIAL DALAM ISLAM



Text Box: Nama : Eri Ariantoro
NPM  : 14.0102.0081
ASURANSI DAN JAMINAN SOCIAL DALAM ISLAM
Pengertian Asuransi Dalam Islam
Dalam menerjemahkan istilah asuransi ke dalam konteks asuransi Islam terdapat beberapa istilah, antara lain takaful (bahasa Arab), ta’min (bahasa Arab) dan Islamic insurance (bahasa Inggris). Istilah takaful dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar kafala-yakfulu-takafala-yatakafalu-takaful yang berarti saling menanggung atau menanggung bersama. Kata takaful tidak dijumpai dalam Al-Qur’an, namun demikian ada sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful, seperti misalnya dalam QS. Thaha (20): 40 “… hal adullukum ‘ala man yakfuluhu…”. Yang artinya ”… bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya (menanggungnya)?…”
Landasan Filosofis Asuransi Syari’ah
a.    Dasar Hukum:
1)   Al-Qur’an: Surat Al-Baqarah, ayat 188; Surat Al-Hasyr, ayat 18; Surat An Nissa’ ayat 9; Surat Yusuf, ayat 43-49
2)   Ijtihad: Fatwa Sahabat; Praktik sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman (ganti-rugi) pernah dilakukan oleh Khalifah kedua, Umar bin Khattab.
3)   Ijma’: Para sahabat telah melakukan kesepakatan dalam hal aqilah yang dilakukan oleh Khalifah Unmar bin Khattab. Adanya ijma’ atau kesepakatan ini tampak dengan tidak adanya sahabat lain yang menentang pelaksanaan aqilah ini. Aqilah adalah iuran darah yang dilakukan oleh keluarga dari pihak laki-laki (ashabah) dari sipembunuh.
b.    Prinsip Asuransi Syari’ah
1)   Prinsip Tauhid: Artinya bahwa niatan dasar ketika berasuransi syari’ah haruslah berlandaskan pada prinsip tauhid, mengharapkan keridhaan Allah SWT
2)   Prinsip Keadilan: Artinya bahwa asuransi syari’ah harus benar-benar bersikap adil. Asuransi syari’ah tidak boleh mendzalimi nasabah dengan hal-hal yang akan menyulitkan atau merugikan nasabah.
3)   Prinsip Tolong Menolong:  pada hekekatnya, konsep asuransi syari’ah didasarkan pada prinsip ini. Dimana sesama peserta bertabarru’ atau berderma untuk kepentingan nasabah lainnya yang tertimpa musibah.
4)   Prinsip Kerjasama: Antara nasabah dengan perusahaan asuransi syari’ah terjalin kerjasama, tergantung dari akad apa yang digunakannya.
5)   Prinsip Amanah: Karena pada hakekatnya kehidupan ini adalah amanah yang kelak harus dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT. Perusahaan dituntut untuk amanah dalam mengelola dana premi. Demikian juga nasabah, perlu amanah dalam aspek resiko yang menimpanya.
6)   Prinsip Saling Ridha (‘An Taradhin): Dalam transaksi apapun,  aspek an taradhin atau saling meridhai harus selalu menyertai. 
7)   Prinsip Menghindari Riba: Riba merupakan bentuk transaksi yang harus dihindari sejauh-jauhnya khususnya dalam berasuransi. Karena riba merupakan sebatil-batilnya transaksi muamalah.
8)   Prinsip Menghindari Gharar: Gharar adalah ketidakjelasan. Dan berbicara mengenai resiko, adalah berbicara tentang ketidak jelasan. Karena resiko bisa terjadi bisa tidak.
Pada perkembangannya, jika mengacu pada ketiga ayat diatas maka Asuransi menuai  perbedaan pendapat dikalangan umat muslim, perbedaan tersebut diantaranya adalah seperti berikut:
·         Haram.Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya temasuk asuransi jiwa Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq Abdullah al-Qalqii Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth’i
·         Boleh. Asuransi di perbolehkan. Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf Mustafa Akhmad Zarqa Muhammad Yusuf Musa dan Abd. Rakhman Isa
·         syubhat. Alasan golongan yg mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yg tegas yang menyatakan halal atau haramnya asuransi tersebut
Prinsip asuransi syariah yang menekankan pada semangat kebersamaan dan tolong-menolong (ta’awun). Semangat asuransi syariah menginginkan berdirinya sebuah masyarakat mandiri yang tegak di atas asas saling membantu dan saling menopang, karena setiap muslim terhadap muslim yang lainnya sebagaimana sebuah bangunan yang saling menguatkan sebagian kepada sebagian yang lain.
Pedoman Perasuransian
            Dalam menjalankan usahanya, perusahaan asuransi dan reasu­ransi syariah berpegang pada pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yaitu Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah di samping Fatwa DSN-MUI yang paling terkini yang terkait dengan akad perjanjian asuransi syariah yaitu Fatwa No.51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syariah, Fatwa No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi Syariah.

Comments

Popular posts from this blog

STANDAR AKUNTANSI

MAKALAH HAJI