PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS PRAKTIS

PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS PRAKTIS
Pendekatan Dalam Pembuatan Keputusan Beretika



Oleh:
1.  Desi Dwi Lestari                  (14.0102.0003)
2.  Muhammad Fantri             (14.0102.0000)
3.  Muhammad Aref                (14.0102.0000)
4.  Eri Ariantoro                       (14.0102.0081)
5.  Allysa Putri                          (14.0102.0157)
6.  Aref Rahman M


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
FAKULTAS EKONOMI AKUNTANSI
2016
           

A.    PENDAHULUAN

1.                  Memotivasi Perkembangan

Skandal Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom menimbulkan kemarahan publik, runtuhnya pasar modal, dan akhirnya Sarbanes-Oxley Act 2002, yang membawa reformasi tata kelola tersebar luas. Skandal perusahaan berikutnya yang melibatkan Adelphia, Tyco, Health-South, dan lainnya mengingatkan kita untuk lebih meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa eksekutif perusahaan dapat membuat keputusan yang lebih baik, dan harus melakukannya untuk mempertahankan profitabilitas dan kelangsungan hidup perusahaan mereka. Kasus pengadilan berikutnya serta denda terkait, hukuman penjara, dan penyelesaiannya menekankan pada keputusan untuk mengurangi kekebalan terhadap tindakan hukum.

2.                  Kerangka Kerja Pengambilan Keputusan Etis

Sebagai respon terhadap keputusan yang dapat dipertahankan secara etis, makalah ini menyajikan kerangka kerja yang praktis, komprehensif, dan beraneka ragam untuk pengambilan keputusan etis. Kerangka ini menyertakan persyaratan tradisional untuk profitabilitas dan legalitas, serta persyaratan yang akan ditampilkan filosofis secara penting dan yang baru ini dituntut oleh pemangku kepentingan. Hal ini dirancang untuk meningkatkan pertimbangan etis dengan menyediakan:
·         Pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis isu-isu penting yang harus dipertimbangkan dan pertanyaan atau tantangan yang harus diungkap.
·         Pendekatan untuk menggabungkan dan menerapkan faktor keputusan yang relevan ke dalam tindakan praktis.
Kerangka kerja pengambilan keputusan etis (ethical decission making-EDM) menilai etikalitas keputusan atau tindakan yang dibuat terkena dampak:
·         Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau biaya
·         Hak dan kewajiban terkena dampak
·         Kesetaraan yang dilibatkan
·         Motivasi atau kebijakan yang diharapkan

3.                  Pendekatan Filosofis --- Sebuah Ikhtisar: Konsekuensialisme (Utilitarianisme),Deontologi, dan Etika Kebajikan

Dorongan untuk meningktkan pendidikan etika dan EDM karena skandal Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom, serta reformasi tata kelola, AACSB Ethics Education Task Force (2004) menghimbau para mahasiswa bisnis untuk mengenali tiga pendekatan filosofis untuk pengambilan keputusan etis: konsekuensialisme (utilitarianisme), deontologi, dan etika kebajikan. Masing-masing dari tiga pendekatan memberikan kontribusi yang berbeda-beda dalam menghasilkan pendekatan yang berguna dan dapat dipertahankan untuk pengambilan keputusan etis dalam bisnis atau kehidupan pribadi. Namun, karena beberapa prinsip dan teori filosofis bertentangan dengan aspek lain dan tampak berntentangan dengan praktik bisnis yang dapat diterima, khususnya dalam beberapa budaya sudut pandang (pertimbangan) yang ditunjukkan oleh ketiga pendekatan filsafat untuk menentukan etikalitas suatu tindakan, dan panduan pilihan yang harus dibuat.

4.                  Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi

Konsekuensialisme bertujuan untuk memaksimalkan hasil akhir dari sebuah keputusan.Bagi mereka, kebenaran dari suatu perbuatan bergantung pada konsekuensinya. Pendekatan ini sangat penting bagi keputusan etis yang baik dan pemahaman itu akan menjadi bagian dari pendidikan sekolah bisnis terakreditasi AACSB di masa depan. Menurut AACSB, pendekatan konsekuensialis mengharuskan pelajar untuk menganalisis keputusan dalam hal kerugian dan manfaatnya bagi pemangku kepentingan dan untuk mencapai sebuah keputusan yang menghasilkan kebaikan dalam jumlah besar.
Konsekuensialisme berpendapat bahwa sebuah perbuatan benar secara moral jika dan hanya jika tindakan tersebut mampu memaksimalkan kebaikan bersih. Dengan kata lain, tindakan dan sebuah keputusan akan menjadi etis jika konsekuensi positif lebih besar dari konsekuensi negatifnya.
Utilitarianisme klasik yang terkait dengan utilitas secara keseluruhan mencakupp keseluruhan varian, oleh karena itu hanya dari manfaat parsial dalam pengambilan keputusan etis dalam konteks sebuah bisnis, professional, atau organisasi. Konsekuensialisme mengacu pada subbagian dari varian yang didefinisikan untuk menghindari pengukuran yang salah atau permasalahan lain, atau dalam rangka membuat proses menjadi lebih relevan dengan tindakan, keputusan, atau konteks yang terlibat. Oleh karena konsekuensialisme dan utilitarianisme berfokus pada hasil atau akhir dari suatu tindakan, teori-teori tersebut sering dianggap sebagai teleologis.

5.                  Deontologi

Deontologi berbeda dari konsekuensialisme, dalam artian bahwa deontologis berfokus pada kewajiban atau tugas memotivasi keputusan atau tindakan, bukan pada konsekuensi dari tindakan.Etika deontologi mengambil posisi bahwa kebenaran bergantung pada rasa hormat yang ditunjukkan dalam tugas, serta hak dan keadilan yang dicerminkan dari tugas-tugas tersebut. Akibatnya, suatu pendekatan deontologis mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan tugas, hak, serta pertimbangan keadilan dan mengajarkan para mahasiswa untuk menggunakan standar moral, prinsip, dan aturan-aturan sebagai panduan untuk membuat keputusan etis yang terbaik.
Penggunaan pendekatan yang sama juga dapat menghasilkan rasa hormat terhadap hak asasi manusia dan perlakuannya yang adil bagi semua. Hal ini dapat dicapai dengan mengadopsi posisi bahwa seseorang harus memenuhi kewajiban atau tugas yang menghormati moral atau hak asasi manusia dan hukum atau kontrak.Lebih jauh lagi, hal tersebut juga dapat dicapai jika para individu bertindak dengan kepentingan pribadi yang terkendali daripada kepentingan pribadi semata.Di bawah kepentingan pribadi yang terkendali, kepentingan individu juga diperhitungkan dalam keputusan dimana kepentingan tersebut tidak dapat diabaikan atau dikesampingkan.Individu dianggap sebagai akhir daripada sebagai sarana untuk mencapai akhir atau tujuan.

6.                  Etika Kebajikan

Konsekuensialisme menekankan konsekuensi dari sebuah tindakan, dan deontologi menggunakan tugas, hak, dan prinsip-prinsip sebagai panduan untuk memperbaiki prilaku moral sedangkan etika kebajikan berkaitan dengan aspek yang memotivasi karakter moral yang ditunjukkan oleh para pengambil keputusan. Tanggung jawab khususnya kesalahan atau layak dianggap salah baik moralitas dan hukum, memiliki dua dimensi: actus reus (tindakan yang salah) dan mens rea (pikiran yang salah)
Kebajikan adalah karakter yang membuat orang bertindak etis dan membuat orang tersebut menjadi manusia yang bermoral.Kebijaksanaan adalah kunci kebajikan dalam menentukan pilihan yang tepat diantara pilihan-pilihan yang ekstrem.Tiga kebajikan penting atau kebajikan cardinal lainnya adalah keberanian, kesederhanaan, dan keadilan. Watak lain yang sering disebut sebagai kebajikan meliputi: kejujuran, integritas, kepentingan, pribadi yang terkendai, belas kasih, kesetaraan, ketidakberpihakan, kemurahan hati, kerendahan hati, dan kesedrhanaan.
Kebajikan harus selalu ditanamkan sepanjang waktu, sehingga mereka menjadi tertanam/melekat dan bisa menjadi referensi yang konsisten. “jika anda memiliki kebajikan, itu adalah bagian dari karakter anda, suatu sifat atau watak yang biasa anda tunjukka dalam. Hal ini bukan hanya sesuatu yang dapat anda tnjukkan, tetapi sesuatu yang biasanya atau selalu anda tunjukkan”.Untuk ahli etika kebajikan, memiliki kebajikan adalah persoalan derajat.
Ada beberapa keraguan tentang kekuatan etika kebajikan sebagai pendekatan untuk EDM.sebagai contoh, etika kebajikan berkaitan dengan proses pengambilan keputusan yang menggaubungkan kepekaan moral, persepsi, imajinasi, penilaian, dan beberapa mengklaim bahwa hal ini tidak mengarah pada prinsip-prinsip EDM yang mudah digunakan. Kritik lainnya yang relevan, termasuk bahwa:
·         Interprestasi kebajikan adalah hal yang sensitive terhadap budaya
·         Seperti juga penafsiran dari apa yang dibenarkan  atau yang benar.
·         Persepsi seseorang tentang apa yang benar pada tingkat tertentu dipengaruhi oleh ego atau kepentingan pribadi.

B.     Sniff Tests dan Aturan Praktis Umum – Tes Awal Etikalitas Sebuah Keputusan
Pendekatan filosofi memberikan dasar bagi pendekatan keputusan praktis dan bantuan yang berguna, meskipun sebagian besar eksekutif dan akuntan professional tidak menyadari bagaimana dan mengapa demikian.

1.                  Sniff Test Untuk Pengambilan Keputusan Etis

Akankah sya merasa nyaman jika tindakan atau keputusan ini muncul dihalaman depan surat kabar nasional besok pagi?
Akankah saya bangga dengan keputusan ini?
Akankah ibu saya bangga dengan keputusan ini?
Apakah tindakan atau keputusan ini sesuai dengan misi dank ode etik perusahaan?
Apakah hal ini terasa benar bagi saya?

2.                  Aturan Praktis Untuk Pengambilan Keputusan Etis

Golden Rule: Perlakuan orang lain seperti anda ingin diperlakukan
Peraturan pengungkapan: jika anda merasa nyaman dengan tindakan atau keputusan setelah bertanya pada diri sendiri apakah anda akan keberatan jika semua rekan, teman, dan keluarga anda meyadari hal itu, maka anda harus bertindak atau memutuskan.
Etika intuisi: lakukan apa yang “firasat anda” katakana untuk anda lakukan.
Imperatif Kategoris: jangan mengadopsi prinsip-prinsip tindakan, kecuali prinsip-prinsip tersebut dapat, tanpa adanya inkonsistensi, diadopsi oleh orang lain.
Etika profesi: lakukan hanya apa yang bisa anda jelaskan didepan komite dari rekan-rekan professional anda.
Prinsip Utilitarian: lakukan “yang terbaik untuk jumlah terbesar”
Prinsip kebajikan: lakukan apa yang menujukkan kebajikan yang diharapkan.
C.    Analisis Dampak Pemangku Kepentingan – Perangkat Komprehensif untuk Menilai Keputusan dan Tindakan
1.      Gambaran Umum
Sejak john stuart mill mengembangkan konsep utilitarianisme pada tahun 1861, suatu pendekatan yang diterima untuk penilaian keputusan dan tindakan yang dihasilkan telah dipakai untuk mengevaluasi atau konsekuensi dari tindakan. Bagi kebanyakan pengusaha, evaluasi ini sebelumnya didasarkan pada dampak keputusan itu terhadap kepentingan pemilik perusahaan atau pemegang saham. Biasanya dampak tersebut telah diukur dalam bentuk keuntungan atau kerugian yang timbul, karena  laba telah menjadi ukuran tingkat kebaikan yang ingin di maksimalkan oleh para pemegang saham.
Padangan tradisional megenai akuntabilitas perusahaan baru-baru ini telah dimodifikasi menjadi dua cara. Pertama, asumsi bahwa semua pemegang saham hanya ingin dimaksimalkan keuntungan jangka pendek tampaknya merupakan fokus yang terlalu sempit. Kedua, hak-hak dan klaim dari mayoritas kelompok bukan pemegang saham, seperti karyawan, konsumen, pemasok, kreditor, pemerhati lingkungan, masyarakat lokal, dan pemerintah yang memiliki kepentingan atau interes dalam hasil keputusan atau pada perusahaan itu sendiri, telah diselaraskan dengan status dalam pengambilan keputusan perusahaan.
Asumsi dari kelompok pemegang saham monolitis yang hanya tertarik pada keuntungan jangka pendek sedang mengalami perubahan karena perusahaan modern menyatakan pemegang saham mereka juga terdiri atas orang-orang dan investor institusi awal yang tertarik pada horizon waktu jangka panjanag dan bagaimana bisnis dilakukan secara etis.
Investor etis dan investor lainnya, serta kelompok pemangku kepentingan, cenderung tidak mau memaksa mengeluarkan laba tahun berjalan jik itu berarti  merugikan lingkungan  atau hak-hak pemangkun kepentingan lainnya. Mereka percaya pada pengelolaan perusahaan secara lebih luas dari pada keuntungan jangka pendek. Biasanya, memaksimalkan keuntungan dalam jangka wakyu lebih dari satu tahun membjutuhkan hubungan yang harmonis dengan sebagian besar kelompok pemangku kepentingan  dan kepentingan mereka. Eksekutif dan direktur yang melihat jauh kedepan menginginkan kekhawatiran ini diperhitungkan sebelum pemangku kepentingan yang tersinggung harus mengingatkan mereka.Perusahaan menemukan bahwa di masa lalu mereka telah secara sah dan pragmatis bdertanggung jawab kepada pemegang saham, tetapi mereka juga makin bertanggung jawab kepada para pemangku kepentingan.

2.      Kepentingan Dasar Para Pemangku Kepentingan
Untuk memfokuskan analisis dan pengambilan keputusan pada dimensi etika:
a.       Kepentingan mereka harus menjadi lebih baik sebagai akibat dari keputusan tersebut.
b.      Keputusan akan menghasilkan distribusi yang adil antara manfaat dan beban.
c.       Keputusan seharusnya tidak menyinggung salah satu hak setiap pemangku kepentingan, termasuk hak pengambilan keputusan.
d.      Perilaku yang dihasilkan harus menunjukkan tugas yang diterima sebaik-baiknya.
Nilai pertama berasal dari konsekuensialisme, nilai kedua, ketiga, dan keempat dari deontologi dan etika kebajikan.
Untuk tingkat tertentu, kepentingan dasar ini harus didukung dengan kenyataan yang dihadapi oleh pengambil keputusan.Dalam syarat pemangku untuk perdagangan dan untuk memahami bahwa keputusan bisa meningkatkan kekayaan semua pemangku kepentingan sebagai kelompok, bahkan jika beberapa individu secara pribadi menerima efek yang buruk, kepentingan dasar ini harus dimidifikasi untuk berfokus pada kekayaan pemangku kepentingan dari pada hanya perbaikan mereka.Modifikasi ini menunjukkan pergeseran dari utilitarianisme menjadi konsekuensilianisme.
Setelah fokus pada perbaikan telah beralih menjadi kekayaan, kebuthna untuk menganalisis dampak keputusan dalam kaitannya dengan empat kepentingandasar menjadi jelas. Keputusan yang tidak menunjukkan karakter, integritas, atau keberanian yang diharapkan akan dicurigai(secara etis) oleh para pemangku kepentingan. Akibatnya, keputusan yang diusulkan dapat dinyatakan tidak etis jika tidak memberikan manfaat bersih, tidak adil, atau meninggung hak pemangku kepentingan termasuk ekspetasi yang wajar untuk perilaku bajik.Pengujian terhadap keputusan yang diusulkan dengan satu prinsip saja jelas picik, dan biasanya menghasilkan diagnosis yang salah.
3.      Pengukuran Dampak yang Dapat Diukur
a.       Laba
Laba merupakan dasar untuk kepentingan pemegang saham dan sangat penting untuk kelangsungan hidup dan kesehatan perusahaan kita.Di masa inflasi, laba merupakan hal yang penting untuk menggantikan inventori pada harga tinggi yang diperlukan.Untungnya, pengukuran laba dikembangkan dengan baik dan hanya dibutuhkan beberapa pendapat tentang penggunaannya dalam pengambilan keputusan etis.Memang benar, bagaimanapun, bahwa keuntungan merupakan ukuran jangka pendek, dan beberapa dampak penting tidak terungkap dalam penentuan laba.Kedua kondisi ini dapat diperbaiki dalam bagian berikut.

b.      Produk yang Tidak Termasuk dalam Laba: Dapat Langsung Diukur
Ada dampak dari keputusan perusahaan dan kegiatan yang tidak dimasukkan dalam penentuan laba perusahaan yang menyebabkan dampak. Sebagai contoh, ketika sebuah perusahaan melakukan pencemaran, biaya pembersihan biasanya dikeluarkan oleh individu, perusahaan, atau kota yang terletak di hilir atau arah angin. Biaya tersebut disebut sebagai eksternalitas, dan dampaknya dapat diukur langsung oleh biaya pembersihan yang dilakukan oleh orang lain.
Untuk melihat gambaran lengkap tentang dampak dari sebuah keputusan, laba atau rugi yang muncul dari transaksi harus dimodifikasi oleh eksternalitas yang ditimbulkannya.Sering kali, perusahaan yang mengabaikan eksternalitas menyadari bahwa mereka telah meremehkan biaya sebenarnya dari keputusan saat muncul denda dan biaya pembersihan, atau muncul pemberitaan yang kurang baik.

c.       Produk yang Tidak Termasuk dalam Laba: Tidak Dapat Langsung Diukur
Eksternalitas lain muncul ketika biaya tersebut dimasukkan dalam penentuan laba perusahaan, tetapi ketika manfaatnya dinikmati oleh orang-orang diluar perusahaan. Sumbangan atau beasiswa adalah contoh eksternalitas, dan tentunya akan menarik untuk memasukkan perkiraan manfaat yang terlibat dalam keseluruhan evaluasi keputusan yang diusulkan. Masalahnya adalah bahwa baik keuntungan maupun biaya beberapa dampak negatif, seperti berkurangnya kesehatan yang diderita orang karena menyerap polusi, dapat diukur secara langsung, tetapi mereka harus dimasukkan dalam penilaian secara keseluruhan.
Meskipun tidak mugkin untuk mengukur eksternalitas tersebut secara langsung, ada kemungkinan untuk mengukur dampak tidak langsung dengan menggunakan alternatif pengganti atau bayangan cermin.Pada kasus beasiswa, pengganti keuntungan dapat berupa peningkatan laba yang diperoleh oleh penerima.Nilai kerugian dari berkurangnya kesehatan dapat diperkirakan sebagai pendapatan yang hilang ditambah biaya perlakuan medis ditambah dengan produktivitas yang hilang di tempat kerja sebagaimana diukur dengan biaya penambahan pekerja.
Keakuratan estimasi bergantung pada kemiripan ukuran dengan bayangan cermin. Ada kemungkinan, bagaimanapun, bahwa perkiraan yang ada akan mengecilkan dampak yang terlibat; dalam contoh sebelumnya, tidak ada perkiraan yang dibuat untuk keuntungan intelektual dari pendidikan yang dibiayai oleh beasiswa atau rasa sakit dan penderitaan yang dihadapi sebagai akibat dari hilangnya kesehatan. Meskipun demikian, jauh lebih baik jika membuat estimasi yang akurat secara umum, daripada membuat keputusan atas dasar tindakan langsung yang diukur dengan tepat hanya sebagian kecil dari dampak keputusan yang diusulkan.

d.      Membawa Masa Depan ke Masa Kini
Teknik untuk membawa dampak keputusan masa depan ke dalam analisis tidak sulit. Hal ini ditangani secara paralel dengan analisis penganggaran modal, di mana nilai-nilai masa depan didiskontokan pada tingkat bunga yang mencerminkan tingkat suku bunga yang diharapkan di masa mendatang. Pendekatan ini ditunjukkan sebagai bagian dari analisis biaya-manfaat (ABM) dalam Brooks (1979).
Pendekatan nilai bersih masa kini:
Niali Bersih Masa Kini = Nilai Keuntungan Bersih Masa Kini – Nilai Biaya Masa Kini Usulan Tindakan
Sering kali, eksekutif yang telah belajar keras untuk tetap berfokus pada keuntungan jangka pendek akan menolak gagasan untuk memasukkan eksternalitas dalam analisis mereka. Bagaimanapun, apa yang dianjurkan di sini bukan berarti mereka meninggalkan keuntungan jangka pendek sebagai sebuah ukuran, tetapi mereka juga mempertimbangkan dampak bahwa eksternalitas saat ini memiliki kesempatan besar dalam memengaruhi perusahaan baru di masa depan. Apa yang diperkenankan pada analisis biaya-manfaat bagi pembuat keputusan adalah untuk membawa manfaat dan biaya masa depan ke masa kini agar dapat dianalisis secara lebih lengkap dari sebuah keputusan.
e.       Menangani Ketidakpastian Hasil
Sama seperti dalam analisis penganggaran modal, ada perkiraan yang tidak pasti.Namun, berbagai teknik telah dikembangkan untuk memasukkan ketidakpastian ini ke dalam analisis keputusan yang diusulkan.Sebagai contoh, analisis dapat didasarkan pada perkiraan terbaik, dalam tiga kemungkinan (paling optimis, pesimis, dan perkiraan terbaik), atau nilai-nilai yang diharapkan, di mana dikembangkan dari sebuah simulasi komputer.Semua ini merupakan nilai-nilai yang diharapkan, yang merupakan kombinasi dari nilai dan kemungkinan terjadinya. Hal ini biasanya dinyatakan sebagai berikut:
Nilai Hasil yang Diharapkan = Nilai Hasil x Kemungkinan Terjadinya Hasil
Keuntungan dari rumusan nilai yang diharapkan ini adalah kerangka kerja analisis biaya-manfaat dapat dimodivikasi untuk menyertakan risiko yang terkait dengan hasil. Pendekatan baru ini disebut sebagai analisis risiko-manfaat (RBA), dan dapat diterapkan di mana hasil berisiko ditemukan dalam kerangka berikut:
Nilai yang Diharapkan dariManfaat Bersih atau yang=Nilai Masa Kini yang Diharpkan-Nilai Masa Kini dari Biaya Masa DatangDisesuaikan dengan Risiko

f.       Identifikasi dan Petingkat Pemangku Kepentingan
Pengukuran laba, yang ditambahkan oleh eksternalitas yang didiskontokan ke masa sekarang dan difaktorkan oleh resiko hasil, lebih berguna dalam menilai keputusan yang diusulkan jika dibandingkan dengan hanya darikeuntungan saja.Namun demikian, manfaat dari analalisis dampak pemangku kepentingan bergantung pada identifikasi penuh semua pemangku kepentingan dan kepentingan mereka, serta apresiasiyang penuh terhadap signifikansi dampaknya pada posisi masing – masing.Ketika penambahan manfaat sederhana dan biaya tidak sepenuhnya mencerminkan pentingnya pemangku kepentingan atau dampak yang terlibat.Dalam situasi ini, nilai – nilai yang termasuk dalam ABM atau RBA dapat ditimbang, atau nilai bersihsekarang dapat dibuat peringkat sesuai dengan dampak yang dibuat pada pemangku kepentingan yang terlibat.Peringkat pemangku kepentingan dan dampak yang terjadi atas mereka bergantung pada ketahanan situasional mereka dalam menahan dampak juga digunakan ketika dampak yang tidak bisa diukur sedang dipertimbangkan.
Kekuatan keuangan yang relatif tidak hanya memberikan alasan untuk membuat peringkat kepentingan para pemangku kepentingan. Bahkan,  ada beberapa alasan, termasuk dampak dari tindakan yang diusulkan pada kehidupan atau kesehatan pemangku kepentingan, atau pada beberapa aspek flora, fauna, atau lingkungan kita yang lebih berada pada ambang bahaya atau kepunahan. Biasanya, masyarakat mempunyai prasangka buruk pada perusahaanyang mengambil keuntungan atas kehidupan, kesehatan, atau habitat kita.Di samping itu, membuat isu – isu ini sebagai prioritas utama sering kali justru akanmemicu adanya pemikiran ulang terhadap tindakan yang menyinggung agar diperbaii dengan menghilangkannya.
Mitchell, Agle, dan Wood (1997) menyatakan bahwa pemangku kepentingan dan kepentingan mereka dinilai dalam tiga dimensi : legitimasi atau hak hukum dan/atau moral untuk mempengaruhi organisasi; kekuatan untuk memengaruhi organisasi melalui media, pemerintah atau cara yang lain; serta urgensi (urgensitas) yang dirasakan nyata dari persoalan yang muncul. Analisis semacam ini memaksa pertimbangan terhadap dampak yang dianggap sangat merusak (khususnya untuk pemangku kepentingan eksternal) terdahulu, sehingga jika seorang eksekutif memutuskan untuk terus maju dengan rencana suboptimal, setidaknya kerugian potensial akan dikenali.
Logika menunjukkan bahwa klaim dari tiga lingkaran yang saling tumpang tindih (yaitu sah dan/atau dianggap sah, darurat, dan dipegang oleh penguasa) akan selalu menjadi yang paling penting. Namun, hal ini tidak selalu terjadi. Klaim yang mendesak dari pemangku kepentingan lain dapat menjadi yang paling penting jika mereka mengumpulkan lebih banyak dukungan dari penguasa dan mereka yang mempunyai klaim yang sah, dan akhirnya dianggap mempunyai legitimasi.
Pendekatan untuk Mengukur Dampak yang Dapat Dihitung dari Keputusan yang Diajukan
1)    Hanya laba atau rugi
2)    A. ditambah eksternalitas (dengan kata lain, Analisis Biaya-Manfaat/ABM)
3)    B. ditambah probabilitas hasil (dengan kata lain, Analisis Risiko-Manfaat/RBA)
4)    ABM atau RBA ditambah peringkat pemangku kepentingan

4.      Penilaian Dampak yang Tidak Dapat Dikuantifikasi
a.     Keadilan di Antara Para Pemangku Kepentingan
Kepedulian atas perlakuan yang telah adil telah menjadi perhatian masyarakat baru – baru ini mengenai isu – isu seperti diskriminasi terhadap perempuan dan hal lainnya yang menyangkut perekrutan, promosi, dan pembayaran. Akibatnya, keputusan akan dianggap tidak etis kecuali jika dipandang wajar oleh semua pemangku kepentingan.

b.     Hak Pemangku Kepentingan
Sebuah keputusan hanya akan dianggap etis jika dampaknya tidak menggagu hak para pemangku kepentingan, dan hak si pembuat keputusan. Pemangku kepentingan individu maupun kelompok umumnya berharap dapat menikmati hak – hak sebagai berikut :
Hak Pemangku Kepentingan
·            Kehidupan
·            Kesehatan dan Keselamatan
·            Perlakuan adil
·            Penggunaan hati nurani
·            Harga diri dan privasi
·            Kebebasan berbicara
Beberapa hak ini telah dilindungi undang – undang dan peraturan hukum, sedangkan yang lain ditegakkan melalui hukum umum atau melalui sanksi publik bagi yang melanggar. Sebagai contoh, karyawan dan konsumen dilindungi undang – undang kesehatan dan keselamatan, sedangkan martabat dan privasi dilindungi hukum umum, dan efek jera menjadi subjek dari sanksi publik.

5.      Analisis Dampak Pemangku Kepentingan: Pendekatan Tradisional Pengambilan Keputusan
                        Beberapa (pendapat) telah dikembangkan yang memanfaatkan analisi dampak pemangku kepentingan untuk menyediakan panduan tentang etikalitas tindakan yang diajukan pada pengambil keputusan. Diskusi dari tiga pendekatan tradisional akan dibahas kemudian. Memilih pendekatan yang paling berguna bergantung pada apakah dampak eputusan bersifat jangka pendek jika dibandingkan dengan jangka panjang, melibatkan eksternalitas dan garis mirin atau probabilitas , atau terjadi dalam situasi perusahaan . pendekatan mungkin digabungkan kedalam penyesuaian pendekatan gabungan yang dirancang khusus untuk dapat mengatasi situasi tertentu dengan baik.
                        Penting untuk diakui, bahwa ketika masing-masing pendekatan berhubungan dengan perkembangan deontologist terhadap dampak pada hak-hak, keadilan,dan tugas-tugas yang diharapkan,tidak ada yang secara khusus memasukkan kajian mendalam tentang motivasi bagi keputusan-keputusan yang terlibat, sifat kebajikan atau karakter yang diharapkan di era akuntabilitas pengku kepentingan modern. Suatu analisis etika yang konprehensif harus keluar dari odel tradisional Tucker, velasquez, dan Pastin untuk memasukkan penilaikan tentang motivasi, kebijakan,dan karakter yang ditampikan dibandingkan dengan yang diharapkan oleh para pemangku kepentingan.

6.      Pendekatan 5-Pertanyaan Tradisional
Apakah keputusan itu ?
Interes pemangku kepentingan yang di periksa
1. menguntungkan ?
pemegang saham-biasanya jangka pendek
2. sah dimata hukum?
masyarakat luas-hak yang dapat ditegakkan oleh hukum
3. adil?
keadilan bagi semua
4. benar ?
hak-hak lain bagi semua
5. mendukung pembangunan berkelanjutan lebih lanjut ?
hak khusus

Keputusan yang diusulkan ditantang dengan mengajukan semua pertanyaan. Jika respons negatif timbul (atau lebih dari satu) ketika semua lima pertanyaan diajukan/dipertanyakan, maka pengambil/pembuat keputusan dapat mencoba untuk merevisi tindakan yang diusulkan untuk menghapus dan/atau mengimbangi jawaban negatif itu.
Urutan mengajukan pertanyaan tidak penting, tapi semua dari empat pertanyaan pertama harus ditayangkan untuk memastikan bahwa pengambil keputusan tidak mengbaikan dampak dari bidang yang penting. Beberapa permasalahan etika tdak rentan terhadap pemeriksaan dengan 5-pertanyaan jika dibandingkan dengan pendekatan lain yang diuraikan dalam bagian berikutnya.

7.      Pendekatan Standar Moral Tradisional
Pendekatan standar moral untuk analisis dampak pemangku kepentingan membangun secara langsung atas tiga kepetingan mendasar dari para pemangku kepentingan yang diidentifikasi.
Standar moral
Pertanyaan dari keputusan yang diusulkan
utilitarian



memaksimalkan keuntungan bersih bagi seluruh masyarakat
apakah tindakan tersebut memaksimalkan manfaat sosial dan meminimalkan luka sosial ?
hak-hak individu


dihormati dan dilindungi
apakah tindakan tersebut konsisten dengan hak setiap orang ?
keadilan



distribusi manfaat dan beban yang adil
apakah tindakan (tersebut) membawa (kita) pada sebuah distribusi yang adil dari manfaat dan beban ?






Pada tabel di atas, hal ini agak lebih umum dari pada focus dari pendekatan 5 pertanyaan,dan mengarahkan pengambil keputusan untuk membuat analisis yang berbasis lebih luas pada manfaat bersih bukan hanya profitabilitas,sebagai tantangan pertama keputusan yang diusulkan. Akibatnya ,pendekatan ini menawarkan kerangka kerja yang lebih sesuai dengan pertimbangan keputusan yang memiliki dampak yang signifikan diluar perusahaan dari kerangka 5 pertanyaan.
Pertanyaan ang berfokus pada keadilan distributive, atau kejujuran, ditangani dengan cara yang sama seperti pada pendekatan 5-pertanyaan. Untuk perlakuan lengkap dari pendekatan standar normal, lihat Business Ethics : Concepts and Cases oleh Manual G. Velasquez, (1992). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Pendekatan Standar Moral Tradisional I tidak secara khusus memberikan kajian yang mendalam tentang motifasi bagi keputusan yang terlibat, kebijakan atau karakter yang diharapkan.
8.      Pendekatan Pastin Tradisional
ASPEK KUNCI
TUJUAN PEMERIKSAAN
Etika aturan dasar
Untuk menjelaskan sebuah organisasi dan/atau aturan dan nilai-nilai individu
etika titik-akhir
untuk menentukan manfaat bersih yang paling baik untuk semua pihak
etika peraturan
untuk menetukan batasan-batasan yang harus dipertimbangkan seseorang atau organisasi sesuai dengan prinsip-prinsip etis
etika kontrak social
untuk menetukan cara bagaimana memindahkan batasan-batasan demi menghapus kekhawatiran atau konflik
Dalam bukunya, The Hard Problrms of Management: Gaining the Ethical Edge,Mark Pastin(1986) menyajikan gagasannya tentang pendekatan yang tepat untuk analisi etika, yang melibatkan pemeriksaan terhadap empat aspek kunci etika seperti yang terlihat pada Tabel di atas.
Pastin menggunakan konsep etika aturan dasar utnuk menangkap gagasan bahwa individu dan organisasi memiliki aturan-aturan dasar untuk nilai-nilai pundamental yang mengatur perilaku mereka atau perilaku yang diharapkan. Jika keputusan dianggap menyinggung nilai-nilai ini, ada kemungkinan kan terjadi kekecewaan atau balas dendam. Sayangnya, hal ini dapat menyebabkan pemberhentian atau pemutusan kerja seorang pegawai yang bertindak tanpa memahami dengan baik aturan dasar etika organisasi tempat dia bekerja. Untuk memahami aturan dasar yang berlaku, mengatur komitmen organisasi secara benar atas proposal, dan melindungi para pembuat keputusan, Pastin mengusulkan agar dilakukan pemeriksaan terhadap keputusan atau tindakan dimasa lalu. Ia menyebut pendekatan ini sebagai rekayasa balik sebuah keputusan , karena dilakukan usaha untuk membongkar pengambilan keputusan masa lalu selain untuk melihat bagaimana dan mengapa keputusan tersebut dibuat. Pasti menunjukan bahwa individu sering dibatasi (secara sukarela maupun tidak) dalam mengungkapkan nilai-nilai mereka, dan rekayasa balik menawarkan cara untuk melihat, melalui tindakan-tindakan mereka dimasa lalu, dan apa nilai-nilai mereka sebenarnya.

9.     Memperluas dan Memadukan Pendekatan Tradisional
Dari waktu ke waktu, masalah etika akan muncul yang mungkin tidak sesuai dengan salah satu pendeatan yang telah diuraikan. Sebagai contoh, isu yang diangkat oleh permasalahan etika dapat diperiksa dengan pendekatan 5 pertanyaan, kecuali jika ada dampak jangka panjang yang signifikan atau hal lain yang lebih membutuhkan analisis biaya-manfaat dari pada keuntungan sebagai pertanyaan tingkat pertama. Untungnya, anaisis biaya-manfaat dapat diganti atau ditambahkan untuk memperkaya pendekatan tersebut.Mungkin pula, konsep etika aturan dasar dapat dipindahkan kependekatan non-Pastin, jika diperlukan dalam keputusan yang berhubungan dengan keadaan perusahaan.Harus hati-hati ketika memperluas dan menggabungkan pendekatan yang ada.Namun, untuk memastikan bahwa masing-masing bidang kebaikan, keadilan, dan dampaknya terhadap hak-hak individu telah diperiksa dalam analisis yang komprehensif-jika tidak, keputusan akhir kemungkinan salah.

D.    Pendekatan Filosofis dan Analisis Dampak Pemangku Kepentingan
Pendekatan filosofis konsekuensialisme, deotologi, dan ektika kebajikan merupakan landasan, dan harus selalu diingat untuk menginformasikan dan memperkaya, analisis ketika mengguanakan tiga pendektatan dampak pemangku kepentingan.Pendekatan analissi dampak pemangku kepentingan yang digunakan harus memberikan pemahaman tentang fakta-fakta, hak, kewajiban, dan keadilan yang terlibat dalam keputusan atau tindakan yang penting untuk analisis etika yang tepat dari motivasi, kebajikan, dan karakter yang diharapkan.
Pada analisis yang efektif dan koperhensif terhadap etikalitas suatu keputusan atau tindakan yang diusulkan, pendekatan-pendekatan filosofis tradisonal harus meningkatkan model pemangku kepentingan, dan sebaliknya.

E.     Memodifikasi Pendekatan Tradisional Analisis Dampak Pemangku Kepentingan: Menilai Motivasi, Kebijakan yang Diharapkan, dan Sifat Karakter
a.      Mengapa Mempertimbangkan Harapan Motivasi dan Perilaku?
Suatu analisis etika yang komperhensif harus melebihi pendekatan tradisional Tucker, Velasquez, dan pastin untuk menggabungkan penilaian tentang motivasi, kebajikan, dan karakter yang terllibat dalam perbandingan dengan apa yang diharapkan oleh para pemangku kepentingan.
Namun, seperti yang terrlihat dalam skandal yang baru-baru ini terjadi, para pengambil keputusan di masa lalu tidak mengenali pentingnya harapan pemangku kepentingan akan kebajikan. Jika mereka mengenalinya, keputusan yang dibuat oleh eksekutif perusahaan, akuntan m dan pengacara yang terlibat dalam Enron, arthur andersen, WorldCom, Tyco, Adephia, dan lain-lain mungkin telah menghindari tragedi pribadi dan organisasi yang terjadi. Beberapa eksekutif dimotivasi oleh keserakahan , bukan oleh kepentingan pribadi yang berfokus pada kebaikan semua orang.
Intinya adalah mereka lupa mempertimbangkan kebajikan (dan tugas ) secara tepat yang seharusnya mereka tunjukkan. Apabila suatu tugas fidusia merupakan utang kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya dimasa depan .
Sifat karakter, seperti integritas, profesionalisme , keberanian , dan seterusnya tidak diperhitungkan dengan pantas. Dalam peninjauan kembali (retrospect), akan sangat bijaksana jika menyertakan penilaian etika kebajikan yang diharapkan sebagai langkah terpisah dalam setiap proses EDM untuk memperkuat tata kelola dan sistem manajemen risiko serta menjaga dari kepututsan tidak etis dan berorientasi jangka pendek.
Dilihat pada karyawan yang terus-menerus membuat keputusan untuk alasan yang salah, bahkan jika konsekuensi hasil adalah benar dapat menimbulkan risiko tata kelola yang tinggi .Terdapat  banyak contoh dimana eksekutif yang hanya termotifasi oleh keserakahan tergelincir ke dalam praktik tidak etis, dan yang lainnya tersesat oleh sistem insetif yang salah.
Motivasi yang didasarkan pada kepentingan pribadi yang terlalu sempit dapat menghasilkan keputusan yang tidak etis ketika pedoman diri dan pengawasan eksternal yang pantas tidak mencukupi. Pemantauan ekternal tidak mungkin menangkap semua keputusan sebelum pelaksanaan, maka penting bagi semua karyawan untuk memahami motibasi yang luas akan membela kepentingan diri dan organisasi mereka dari perspektif pemangku kepentingan. Akibatnya para pembuat keputusan harus mempertimbankan motivasi dan perilaku yang diharapkan oleh para pemangku kepentingan dalam pendekatan EDM komperhensif, dan organisasi harus meminta akuntabilitas dari karyawan atas harapan itu melalui mekanisme tata kelola.
b.      Penilaian Etis Motivasi dan Perilaku
Etika kebijakan, beberapa aspek perilaku etis diidentifikasi sebagai indikasi mens rea (pikiran bersalah), yang merupakan salah satu dari dua dimensi tanggung jawab, kemungkinan melakukan kesalahan, atau perasaan bersalah.
Perilaku pribadi atau perusahaan tidak memnuhi  harapan , mungkin akan berdampak negatif pada reputasi dan kemampuan untuk mencapai tujuan strategis yang berkelanjutan dalam jangka menengah dan panjang, proses penilaian dampak pemangku kepentingan akan menawarkan kesempatan untuk menilai motivasi yang mendasari kepututsan atau tindakan yang diusulkan.
Harapan harapan motivasi , kebajikan , sifat karakter , dan proses
Motivasi yang diharapkan,
     Pengendalian diri atas keserakahan
     Pertimbangan kesetaraan atau keadilan
     Kebaikan , kepedulian, kasih sayang , dan kebajikan
Kebajikan yang diharapkan
     Loyalitas penuh
     Integritas dan trasparansi
     Ketulusan bukan bermukan dua
Sifat karakter yang diharapkan
     Keberanian untuk melakukan hal yang benar setiap individu dan standar profesional
     Keandalan
     Objektifitas , ketidakberpihakkan
     Kejujuran , kebenaran
     Mementingkan diri sendiri bukan egoisme
     Menyeimbangkan pilihan di antara pebedaan besar

Kesimpulannya, dalam rangka untuk memastikan analisis EDM yang komperhensif, penilaian motivasi, kebajikan, dan sifat karakter yang diharapkan, harus ditambahkan pada pendektatan tradisional sehingga menghasilkan 5 pertanyaaan modifikasi atau analisis tucker, pendekatan standa moral yang dimodifikasi, pendekatan pastin yang dimodifikasi, atau kombinasi turunan dari pendekatan yang dimodifikasi.
c.       Permasalahan Lainnya dalam Pengambilan Keputusan Etis
1)      Masalah Bersama
Istilah masalah bersama mengacu pada kesengajaan atau mengetahui penggunaan aset atau sumber daya yang dimiliki bersama secara berlebihan. Namun, dalam praktiknya sering kali pengambil keputusan tidak peka terhadap masalah bersama, sehingga tidak akan memberikan atribut nilai yang cukup tinggi untuk penggunaan aset atau sumber daya, dan karena itu mereka membuat keputusan yang salah. Kesadaran akan masalah ini dapat memperbaiki hal tersebut dan memperbaiki pengambilan keputusan. Jika seorang eksekutif dihadapkan pada penggunaan suatu aset atau sumber daya yang berlebihan, mereka akan melakukan dengan baik untuk menggunakan solusi yang diterapkan di zaman dahulu.

2)      Mengembangkan Aksi yang Lebih Etis
Perbaikan yang berulang-ulang adalah salah satu keuntungan dari menggunakan kerangka kerja EDM yang diusulkan. Menggunakan serangkaian pendekatan filosofis, 5-pertanyaan, standar moral, Pastin, atau pendekatan bersama yang memungkinkan aspek-aspek tidak etis dari sebuah keputusan dapat diidentifikasi, kemudian dimodifikasi secara berulang-ulang untuk memperbaiki dampak keseluruhan dari keputusan tersebut. Pada akhir setiap pendekatan EDM, harus ada pencarian yang spesifik untuk hasil sama-sama untung. Proses ini melibatkan pelaksanaan imajinasi moral. Terkadang, direktur, eksekutif, atau akuntan profesional akan mengalami kelumpuhan keputusan akibat dari kompleksitas analisis atau ketidakmampuan untuk menentukan pilihan maksimal karena alasan ketidak pastian, kendala waktu, atau sebab lainnya. Herbert Simon mengusulkan konsep satisficing untuk memecahkan masalah ini. Ia berargumen bahwa seseorang “tidak boleh membiarkan kesempurnaan menjadi musuh kebaikan” – perbaikan yang harus terus menerus sampai tidak ada kemajuan lebih lanjut yang dibuat seharusnya menghasilkan solusi yang dianggap cukup baik dan bahkan optimal pada titik waktu tersebut.

d.        Kekeliruan Umum dalam Pengambilan Keputusan Etis
Menghindari perangkap umum pengambilan keputusan etis sangatlah penting. Pengalaman menunjukkan bahwa para pengambil keputusan secara berulang-ulang membuat kesalahan berikut:
·      Menyetujui budaya perusahaan yang tidak etis. Ada banyak contoh dimana budaya perusahaan yang tidak didasarkan pada nilai-nilai etika telah memengaruhi atau memotivasi eksekutif dan karyawan untuk membuat/mengambil keputusan yang tidak etis. Dalam banyak kasus tidak adanya etika kepemimpinan merupakan penyebabnya.di lain kasus, perusahaan itu diam atau kurang jelas tentang nilai-nilai inti mereka, atau ini disalah artikan, untuk memungkinkan diambilnya tindakan tidak etis dan ilegal. Pada kesempatan lain, sistem penghargaan yang tidak etis memotivasi karyawan untuk memanipulasi hasil keuangan atau berfokus pada kegiatan yang tidak dalam kepentingan terbaik organisasi.
·      Salah menafsirkan harapan masyarakat. Banyak eksekutif salah mengira bahwa tindakan tidak etis dapat diterima karena:
a.    “semua orang melakukannya,” atau
b.    “jika saya tidak melakukannya, orang lain akan melakukannya,” atau
c.    “saya bebas dari beban tanggung jawab karena atasan memerinahkan saya untuk melakukannya,”.
Dalam dunia sekarang ini, pembenaran bagi keputusan yang tidak etis sangat mencurigakan. Setiap tindakan harus dipikirkan dengan saksama dari sisi standar etika.
·      Berfokus pada keuntungan jangka pendek dan dampak pada pemegang saham. Sering kali, dampak yang paling signifikan (bagi para pemangku kepentingan yang bukan pemegang saham) dari tindakan yang diusulkan adalah apa yang akan terjadi di masa depan akan terlebih dahulu menimpa pemangku kepentingan yang bukan pemegang saham. Hanya setelah kelompok-kelompok ini bereaksi barulah pemegang saham menanggung biaya untuk kelakuan buruk mereka. Sarana bagi pemikiran yang dangkal ini adalah untuk memastikan pandangan yang tepat untuk melakukan analisis, dan untuk memperhitungkan eksternalitas atas dasar biaya—dampak dari manfaat yang diukur pada awalnya dirasakan oleh sekelompok non-pemegang saham.
·      Berfokus hanya pada legalitas. Banyak manajer hanya peduli dengan suatu tindakan yang sah secara hukum. Mereka berpendapat, “Jika sah secara hukum, maka tindakan tersebut etis.” Sayangnya, banyak ditemukan perusahaan yang dikenai boikot konsumen, karyawan yang mundur, meningkatnya regulasi pemerintah untuk menutup celah, dan denda. Beberapa tidak peduli karena mereka hanya berniat untuk bekerja di perusahaan ini untuk sementara waktu. Faktanya adalah undang-undang dan peraturan tidak seperti yang diinginkan masyarakat, tetapi reaksi bisa datang jauh sebelum undang-undang dan peraturan yang baru dibuat. Salah satu alasannya adalah bahwa perusahaan mencoba memengaruhi perubahan aturan tersebut. Hanya karena tindakan yang diusulkan sah secara hukum, tidak berarti itu membuatnya menjadi tindakan yang etis.
·      Batas keberimbangan. Terkadang, pengambil keputusan memiliki sikap bias atau ingin bersikap adil hanya untuk kelompok yang mereka suka. Sayangnya, mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan opini publik dan biasanya harus membayar kekeliruan mereka di akhir. Banyak eksekutif telah mengalah pada organisasi-organisasi aktivis, tetapi juga belajar bahwa jika isu-isu lingkungan diabaikan maka akan berbahaya bagi mereka. Sebuah kajian penuh tentang keadilan untuk semua pemangku kepentingan adalah satu-satunya cara untuk memastikan sebuah keputusan akan menjadi etis.
·      Batas untuk meneliti hak. Bias tidak terbatas pada keadilan saja. Para pembuat keputusan harus meneliti dampak pada keseluruhan hak semua kelompok pemangku kepentingan. Selain itu, para pembuat keputusan harus didorong untuk mempertimbangkan nilai-nilai mereka sendiri saat membuat keputusan.
·      Konflik kepentingan. Bias yang didasarkan atas prasangka bukan satu-satunya alasan penilaian keliru dari tindakan yang diusulkan. Penilaian dapat menutupi kepentingan pribadi yang saling bertentangan—kepentingan pengambil kepuutusan versus kepentingan terbaik perusahaan, atau kepentingan kelompok dimana pembuat keputusan bersikap parsial versus kepentingan terbaik perusahaan, keduanya dapat menyebabkan penilaian dan keputusan yang keliru. Kadang-kadang, karyawan terjebak pada apa yang disebut dengan slippery slope, dimana mereka mulai dengan keputusan kecil yang bertentangan dengan kepentingan majikan mereka, diikuti oleh keputusan lain yang tumbuh secara signifikan, dan akan menjadi sangat sulit untuk mengoreksi atau mengakui keputusan yang mereka buat sebelumnya.
·      Keterkaitan di antara pemangku kepentingan. Sering kali, para pengambil keputusan gagal mengantisipasi apa yang mereka lakukan untuk sau kelompok akan berkontribusi memicu tindakan orang lain. Sebagai contoh, pencemaran lingkungan di negara yang jauh dari perusahaan dapat menyebabkan reaksi negatif dari pelanggan dalam negeri dan pasar modal.
·      Kegagalan untuk mengidentifikasi semua kelompok pemangku kepentingan. Kebutuhan untuk mengidentifikasi semua kelompok pemangku kepentingan dan kepentingan mereka sebelum menilai dampaknya pada masing-masing kelompok merupakan bukti pribadi. Namun, hal ini merupakan langkah yang sering diambil tanpa pemahaman, dengan hasil bahwa isu-isu penting menjadi tidak diketahui. Pendekatan yang berguna untuk membantu masalah ini adalah untuk berspekulasi pada kemungkinan buruk yang mungkin terjadi dari tindakan yang diusulkan, dan mencoba untuk menilai bagaimana media akan bereaksi.
·      Kegagalan untuk membuat peringkat kepentingan tertentu dari para pemangku kepentingan. Kecenderungan yang umum adalah untuk memperlakukan kepentingan seluruh pemangku kepentingan menjadi sama pentingnya. Namun, mereka yang mendesak biasanya menjadi yang terpenting. Mengabaikan hal ini benar-benar picik, dan dapat menghasilkan keputusan yang suboptimal dan tidak etis.
·      Mengacuhkan kekayaan, keadilan, atau hak. Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, keputusan etis yang komprehensif tidak bisa dilakukan jika salah satu dari ketiga aspek ini ada yang terlupakan. Namun, berulang kali para pembuat keputusan mengambil jalan pendek dan menderita akibatnya.
·      Kegagalan untuk mempertimbangkan motivasi untuk keputusan. Selama bertahun-tahun, pengusaha dan profesional tidak khawatir tentang motivasi untuk sebuah tindakan, selama konsekuensinya dapat diterima. Sayangnya, banyak pengambil keputusan kehilangan kebutuhan untuk meningkatkan manfaat bersih secara keseluruhan bagi semua (atau sebanyak mungkin orang), dan mengambil/membuat keputusan yang dibuat untuk menguntungkan dirinya, aau hanya beberapa di antaranya, yang bermanfaat dalam jangka pendek dan merugikan orang lain pada jangka panjang. Keputusan picik ini, yang diambil demi keuntungan pribadi pengambil keputusan, mencerminkan risiko tata kelola yang tinggi bagi organisasi.
·      Kegagalan untuk mempertimbangkan kebajikan yang diharapkan untuk ditunjukkan. Anggota dewan, eksekutif, dan akuntan profesional diharapkan untuk bertindak dengan itikad baik dan melaksanakan tugas fidusia bagi orang-orang yang bergantung pada mereka. Mengabaikan kebajikan yang diharapkan dari mereka dapat menyebabkan ketidakjujuran, kurangnya integritas dalam penyusunan laporan, kegagalan untuk bertindak atas nama pemangku kepentingan, dan kegagalan untuk menunjukkan keberanian dalam menghadapi orang lain yang terlibat dalam tindakan tidak etis, atau whistle-blowing saat dibutuhkan. Akuntan profesional yang mengabaikan kebajikan yang diharapkan dari mereka cenderung melupakan bahwa mereka diharapkan untuk melindungi kepentingan umum.


KASUS
Kasus Kekecewaan Pelenggan Perusahaan Apple Terhadap Penurunan Harga Iphone
Pada tanggal 5 Septembe 2007, Steve Jobs, CEO Perusahaan Apple melakukan praktek diskriminasi harga sebagai strategi pemasarannya yaitu menurunkan harga product iPhone mereka yang sangat sukses sejumlah $200 dari harga semula sebesar $599 yang merupakan harga perkenalan yang sudah sejak dua bulan. Tak perlu dibicarakan, dia menerima email yang sangat banyak dari para pelanggan yang kecewa dan marah. Dua hari kemudian,  Steve Jobs menawarkan $100 kredit yang dapat di gunakan di toko Apple dan online store kepada para pelanggan yang sudah membayar harga penuh.
Apakah keputusan untuk mengurangi $200 dan sikap untuk melakukannya tepat dari sudut pandang etika?


Pembahasan
Seandainya pihak management Apple melakukan sniff test sebelum mengambil keputusan mungkin mereka memiliki kesimpulan bahwa ibu mreka tidak akan bangga atau nyaman dengan keputusan tersebut. Sama halnya, mungkin mereka akan sadar bahwa pengurangan harga juga bertentangan dengan kode etik pelayanan pelanggan Apple. 
Jika Apple hanya melihat dari sisi pemegang saham dalam mengambil keputusan tersebut, mereka akan sadar selain pelanggan awal yang terkena imbas, perusahaan Apple sendiri ternoda dan itu bisa juga berimbas terhadap pelanggan lain yang mereka coba untuk dekati. Sebagai tambahan, para pekerja Apple yang mana banyak diantara mereka sudah tergoda oleh reputasi Apple yang kuat yang selalu menyediakan solusi yang inovatif dengan standar tinggi akan dipertanyakan oleh company mothers, yang mana akan melemahkan komitmen dan kesetiaan mereka.
Seandainya pihak perusahan Apple sudah menerapkan philosophi etika traditional mereka akan mengetahui hal hal berikut.
1.      Konsekuensialisme 
Dari sisi pandang keuntungan,  Apple mengharapkan lebih dari sekedar pengimbangan dari $200 pengurangan harga per unit in margin dan mendapatkan jumlah penjualan yang besar.  Jika hanya untukk iPhone saja mungkin cara ini sudah tepat, tapi Apple juga memiliki banyak produk lain yang juga akan dibeli oleh pelanggan mereka yang juga bisa terkenda dampak negatifnya. Dan juga melihat keputusan tersebut sebagai kesempatan untuk pengurangan harga dari harga awal yang tinggi.  Sikap GOUGING sudah bisa di tebak yang mana akan merusak nilai proposisi apple secara keseluruhan dan juga penjualan produk selain iPhone akan terpengaruh sebagai dampak dari keputusan tersebut. Secara umum, pihak management mungkin  yakin dengan keputusan penggabungan untuk penjualan iPhone dan produk lainnya.

2.      Tugas, Hak dan Justice Para excecutive Apple
Mempunyai tugas untuk mendapatkan keuntungan selama hal tersebut tidak melanggar hukum. Dalam kasus ini, para pembeli awal iPhone memiliki hak secara legal untuk menuntut perusahaan dengan alasan perlakuan yang tidak adil.  Namun, aksi individual akan lebih sedikit dari pada class action. Dampak dari ketidakadilan pengurangan harga dapat berupa tekanan buruk yang signifikan.

3.      Kualitas Bagus yang Diharapkan
Dalam pikiran pelanggan dan pekerja pada perusahaan Apple, Jobs mempunyai image secara teknis sebagai jenius yang berpandangan jauh ke depan yang terarah untuk menyediakan nilai yang hebat bagi stakeholder. Penurunan harga $200 tidak sesuai dengan harapan mereka pada Jobs dan Apple.
Apple seharusnya juga menggunakan pertanyaan “Tucker Framework” yang dikembangkan dan dimodifikasi untuk menguji penurunan harga $200. Jika begitu adanya, jawabannya adalah sebagai berikut:
1.      Apakah hal ini menguntungkan? Hasilnya tidak jelas apakah menguntungkan atau tidak.
2.      Apakah hal ini legal? Mungkin, kecuali perlindungan konsumen tidak disinggung.
3.      Apakah hal ini adil? Tidak menurut beberapa pelanggan dan pekerja.
4.      Apakah hal ini benar? Tidak menurut beberapa eksekutif, pekerja, dan pelanggan potensial.
5.      Apakah hal ini mendemonstrasikan kualitas bagus yang diharapkan? Tidak seperti yang didiskusikan sebelumnya.
6.      Pertanyaan opsional: Apakah ini berkelanjutan? Isu dampak terhadap lingkungan tidak dilibatkan dalam keputusan ini, tapi akan berdampak
7.      Negative dan signifikan jangka menengah dan jangka yang lebih panjang. Sangat tidak bijak untuk mengulang keputusan atau mengabaikan dampak negatif di masa depan yang berpengaruh terhadap reputasi.
Sewajarnya, Apple harus mempertimbangkan praktek diskriminasi harga sebagai strategi pemasaran sebagai ketidakadilan dan ketidakbijakan tanpa adanya mitigasi bagi pembeli awal iPhone.Apakah pemberian kredit $100 memadai? Dalam peristiwa apapun, Jobs dapat menghindari tekanan negatif dan kerusakan pada reputasinya dan Apple, jika Apple telah menggunaka EDM untuk menganalisa keputusan sebelum bertindak.
Hal ini harus menjadi catatan bahwa meskipun potongan harga yang disebutkan pada kasus ini tidak jarang dan dianggap tidak umum sebagai masalah etika serius, mereka mempunyai aspek etis yang bisa dinilai menggunakan pendekatan EDM.Mereka merepresentasikan risiko yang dapat melemahkan reputasi eksekutif dan perusahaan yang terlibat.
Dalam pengambilan keputusan, eksekutif maupun CEO suatu perusahaan perlu mempertimbangkan pendekatan etis pengambilan keputusan yaitu:
1.      Konsekuensialisme,Utilitarianisme
2.      Dentology,Etika Kebajikan

Jika dijabarkan keduanya, dapat dikatakan pertimbangan-pertimbangan dari kedua pendekatan antara lain:

1.      Konsekuensialisme dan Utilitarianisme
Keputusan yang kan dibuat harus menghasilkan keuntungan lebih dari biaya yang dikeluarkan. Dalam kasus Apple, tidak jelas apakah keputusan pengurangan harga menghasilkan keuntungan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan atau sebaliknya.

2.      Dentology dan Etika Kebajikan
Keputusan yang akan dibuat seharusnya tidak menyinggung hak daripada stakeholder termasuk pembuat keputusan. Menurut perusahaan, perusahaan telah membuat keputusan yang benar.Akan tetapi ada pihak-pihak yang merasa mereka tidak diperlakukan dengan adil dan bijak atas keputusan yang dibuat perusahaan yakni pelanggan awal yang membeli produk perusahaan tersebut dengan harga tinggi.
Kedua pertimbangan di atas harus memuaskan orang yang terkena dampak keputusan tersebut agar keputusan dapat dipertimbangkan sebagai keputusan yang etis.
Namun, jika dilihat dari kasus perusahaan Apple yang dikaitkan dengan pertimbangan di atas, lebih banyak dampak negatif yang dirasakan dari keputusan tersebut.Artinya, keputusan yang diambil oleh perusahaan Apple belum cukup etis. 
Jika dilihat dari pendekatan tradisional dengan 5 pertanyaan, yakni:
  1. Apakah hal ini menguntungkan? Hasilnya tidak jelas apakah menguntungkan atau tidak seperti yang didiskusikan sebelumnya.
  2. Apakah hal ini legal? Mungkin, kecuali perlindungan konsumen tidak disinggung. 
  3. Apakah hal ini adil? Tidak menurut beberapa pelanggan dan pekerja. 
  4. Apakah hal ini benar? Tidak menurut beberapa eksekutif, pekerja, dan pelanggan potensial. 
  5. Apakah hal ini mendemonstrasikan kualitas bagus yang diharapkan? Tidak seperti yang didiskusikan sebelumnya
  6. Pertanyaan opsional: Apakah ini berkelanjutan? Isu dampak terhadap lingkungan tidak dilibatkan dalam keputusan ini, tapi akan berdampak negative dan signifikan jangka menengah dan jangka yang lebih panjang.
  7. Sangat tidak bijak untuk mengulang keputusan atau mengabaikan dampak negatif di masa depan yang berpengaruh terhadap reputasi.
Menurut teori, jika terdapat lebih dari satu respon negative ketika lima pertanyaan tersebut diajukan, pembuat keputusan seharusnya merevisi kembali keputusan yang akan diambil untuk menghapus dampak-dampak negative yang akan timbul. Jika revisi keputusan berhasil dan mengarah kea rah positif, maka keputusan yang diambil pun menjadi keputusan yang etis,
Jika dilihat dari kasus perusahaan Apple, terdapat lebih dari satu respon negative atas pertanyaan yang diajukan.Dapat disimpulkan bahwa keputusan yang diambil oleh Apple bukanlah suatu keputusan yang etis.



























DAFTAR PUSTAKA

Brooks, Leonard J dan Paul Dunn. 2011.  Etika Bisnis & Profesi untuk Direktur, Eksekutif, dan Akuntan. Jakarta; PT Salemba Empat.

Comments

Popular posts from this blog

STANDAR AKUNTANSI

MAKALAH HAJI