Tugas Makalah Mata Kuliah Perilaku Organisasi Maskulin, Feminin dalam Perilaku Organisasi beserta Artikel Terkait
Tugas Makalah
Mata Kuliah Perilaku Organisasi
Maskulin, Feminin dalam Perilaku Organisasi beserta
Artikel Terkait
Diajukan kepada:
Diesyana Ajeng P, S.E, S.S, M.Sc.
Disusun oleh:
1.
Dika Lidyana (14.0102.0013)
2.
Eva Yuliyanti M. (14.0102.0018)
3. Evy
Andriyani (14.0102.0028)
4.
Eri Ariantoro (14.0102.0081)
5.
Tri Listiani (14.0102.0140)
Universitas
Muhammadiyah Magelang
Fakultas
Ekonomi Program Studi Akuntansi
Tahun
2015/2016
I.
Pendahuluan
Pada
era globalisasi ini, dunia karir wanita mengalami peningkatan jumlah wanita
yang bekerja, baik di dalam perusahaan swasta maupun dalam instansi
pemerintahan. Namun, peningkatan tersebut tidak mampu merobohkan dominasi pria
dalam dunia kerja. Karena peran wanita dalam menjalankan karir seringkali
terbentur dengan dinding budaya dan kodrat seorang wanita yaitu sebagai ibu
rumah tangga dari pada sebagai wanita pekerja.
Perbedaan
peran gender antara pria dan wanita dapat diubah karena bertumpu pada faktor-faktor
sosial dan sejarah. Isu diskriminasi gender juga terjadi dalam kantor akuntan
publik yang selama ini banyak didominasi oleh kaum pria. Masuknya wanita di
pasar kerja pada saat ini menunjukkan jumlah yang semakin besar dan menjadi hal
menarik untuk diteliti mengingat situasinya yang berkarakter maskulin ( jam
kerja yang tinggi, besarnya kuantitas kerja yang diharapkan, adanya deadline
klien, tekanan kerja, level kerja yang berat, pengendalian dan pengawasan yang
ketat, level kompetisi yang tinggi, tuntutan kinerja, dan pofesionalisme ). Hal
ini menunjukkan bahwa wanita menghadapi tantangan yang lebih besar dan tekanan
dalam pekerjaan karena berada di lingkungan laki-laki.
Konsep
gender merupakan suatu sifat yang melekat pada pria maupun wanita yang dikonstruksi
secara sosial maupun kultural. Misalnya, wanita dikenal lemah lembut, cantik,
emosional, atau keibuan. Sementara pria dianggap kuat, rasional, jantan dan
perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat
dipertukarkan. Artinya, ada pria yang emosional, lemah lembut, keibuan
sementara juga ada wanita yang kuat, rasional dan perkasa. Dalam bidang
ilmu-ilmu sosial, istilah gender diperkenalkan untuk mengacu pada 5
perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita tanpa ada konotasi-konotasi yang
sepenuhnya bersifat biologis (Fakih, 2001:7-8).
Menurut
James Stoner dalam Hani Handoko (2002: 10) disebutkan bahwa perbedaan
karakteristik pada karyawan wanita menempatkannya pada situasi yang sulit
berkembang karena adanya anggapan bahwa ada keterbatasan dalam hal fisik dan
logika yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Samekto (1999) dalam penelitiannya
juga menyatakan adanya anggapan bahwa akuntan publik adalah profesi stereotipe
pria dan keberadaan perilaku stereotipe maskulin merupakan salah satu kunci
sukses di dalam bidang akuntan publik. Sehingga menimbulkan diskriminasi bagi
seorang auditor wanita karena harus menyesuaikan diri dengan karakter maskulin
dan mengurangi bahkan menghilangkan karakter feminim dalam dirinya. Di dalam
sebuah lingkungan kerja, sikap atau perilaku individual sangat penting karena
sikap mempengaruhi perilaku kinerja seseorang dan mencerminkan kepuasan kerja.
Penilaian terhadap kinerja dapat dihasilkan sebagai ukuran keberhasilan seorang
pegawai, manajer atau organisasi. Motivasi dari lingkungan kerja juga merupakan
faktor penting bagi kinerja individual. Seseorang akan mengoptimalkan
kinerjanya bila ia termotivasi dari lingkungan kerjanya dan mendapatkan
perlakuan yang adil dari atasannya. Tingkat stres kerja seorang pekerja dalam
lingkungan kerja juga dapat mempengaruhi kinerjanya yang selanjutnya dapat
mengakibatkan adanya turnover kerja ( keinginan berpindah ). Kebanyakan wanita
lebih sering melakukan turnover akibat stress kerja. Hal ini disebabkan oleh
pekerjaan berat dan jam kerja yang padat sehingga menyulitkan wanita untuk
membagi waktunya.
II.
Pembahasan
A.
Maskulin
1.
Pengertian
Maskulinitas berarti masyarakat memberikan penilaian lebih terhadap kekuasaan,
control, dan prestasi serta memberikan penghargaan tinggi terhadap materi. Maskulinitas dengan jelas membedakan peran antara laki-laki dan perempuan.
2.
Terminologi
Maskulin merupakan sebuah bentuk konstruksi kelelakian terhadap laki-laki. Laki-laki tidak dilahirkan begitu saja dengan sifat maskulinnya secara alami, maskulinitas dibentuk oleh kebudayaan .Hal yang menentukan sifat perempuan dan laki-laki adalah kebudayaan
(Barker, dalam Nasir, 2007:1).
Secara umum, maskulinitas tradisional menganggap tinggi nilai-nilai,
antara lain kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi, kendali, kemandirian,
kepuasan diri,
kesetiakawanan laki-laki, dan kerja. Di antara yang dipandang rendah adalah hubungan interpersonal, kemampuan verbal, kehidupan domestik, kelembutan, komunikasi, perempuan, dan anak-anak (Barker, Nasir, 2007: l).
maskulinitas tradisional tersebut cenderung membuat laki-laki enggan membicarakan diri nya sendiri terutama perasaannya. Padahal sebenarya ruang-ruang
dialog bagi laki-laki untuk mengkritisi konsep kelelakiannya sangat diperlukan,
termasuk membuka ruang bagi laki-laki untuk mendialogkan kecemasan-kecemasannya terhadap konsep kelelakian yang dianggap membebani. Termasuk kecemasan-kecemasan terhadap situasi
yang berubah yang menuntut perubahan konsep tradisional kelelakian.
3.
Gambaran dalam Perkembangan Jaman
Menurut tulisan
Levine (wikipedia 2008: l) yang diambil dari Ensiklopedi Wikipedia yang juga mengutip tulisan dari dua
orang ilmuwan sosial Deborah
David dan Robert Brannon (Nasir, 2007:2), terdapat empat aturan
yang memperkokoh sifat maskulinitas, yaitu:
a.
No
Sissy Stuff : sesuatu yang
berkaitan dengan hal-hal yang berbau feminin dilarang,
seorang laki-laki sejati harus menghindari perilaku atau karakteristik
yang berasosiasi dengan perempuan.
b.
Be
a Big Wheel : Maskulinitas dapat diukur dari kesuksesan,
kekuasan, dan pengaguman dari orang lain. Seseorang harus mempunyai kekayaan, ketenaran, dan status yang sangat lelaki.
c.
Be
a Sturdy Oak : kelelakian membutuhkan rasionalitas,
kekuatan dan kemandirian. Seorang laki-laki harus tetap bertindak kalem dalam berbagai situasi,
tidak menunjukkan emosi,
dan tidak menunjukkan kelemahannya.
d.
Give
em Hell : Laki-laki harus mempunyai
aura keberanian dan agresi, serta harus mampu mengambil risiko walaupun alasan dan
rasa takut menginginkan sebaliknya.
Dalam suatu masyarakat terdiri atas laki-laki dan perempuan. Secara biologis mereka berbeda. Perbedaan biologis menggunakan terminologi male dan female, sedangkan perbedaan sosial dan secara budaya ditentukan oleh peran maskulin
a. Earnings. Memiliki kesempatan untuk meraih pendapatan
yang besar.
b. Recognition. Memperoleh pengakuan yang layak.
c. Advancement. Memiliki kesempatan untuk maju ketingkat pekerjaan yang lebih tinggi.
d. Challenge. Memiliki pekerjaan yang menantang untuk berprestasi.
Pada akhirnya nilai-nilai maskulinitas tersebut terinternalisasikan dalam diri,
sikap dan perilaku
yang mencerminkan maskulinitas dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-Nilai tentang maskulinitas diperoleh dari proses eksternalisasi yang pertama kali oleh keluarga.
Kemudian masyarakat memilih secara obyektif bahwa seorang laki-laki itu harus tegas,
berani, tidak cengeng seperti perempuan.
Konstruksi sosial laki-laki tentang maskulinitas dapat dilihat melalui cara berpakaian,
cara berekspresi, cara berjalan, kegemaran dalam berolahraga dan warna kesukaan. Citra tubuh ternyata tidak berhenti pada kekuatan fisik dan penampilan, namun lebih berkaitan erat dengan gambaran
mental sebagai seorang laki-laki mengenai tubuh, pikiran, perasaan, pertimbangan dan perbandingannya terhadap perempuan,
sensasi dan kesadaran maupun perilaku dan etika yang
seharusnya dilakukan oleh seorang laki-laki terkait dengan kondisi fisik yang dimiliki Faktor-faktor
yang mempengaruhi masyarakat desa tentang maskulinitas yaitu faktor dari keluarga, lingkungan sekitar,
budaya, teman sebaya, media
massa seperti televisi,
majalah, koran dan internet.
B.
Feminin
1. Feminisme
Kaum Perempuan
di-lain sisi sudah menggeser peran-peran laki-laki, begitupun tidak ada
golongan yang mengatasnamakan diri mereka "Man´s Lib" protes tentang
hal-hal contohnya sebagai berikut : Ada Ladies Bank (Bank Niaga sudah
mempeloporinya) dimana semua staff dalam beberapa cabang adalah perempuan. kaum
laki-laki sudah tergeser di ladang pekerjaan dan karir. Batapa banyak manager/
direktur/ pebisnis/ guru perempuan
Masalah
kesetaraan gender yang gencar didengungkan kaum perempuan itu akan selalu ada
jika kaum perempuan tidak pernah merasa bahwa laki-laki adalah
"mitra" melainkan sebagai pesaing dan musuh.
2.
Macam-Macam Aliran Feminisme
a.
Feminis
liberal
Feminis Liberal ialah pandangan untuk menempatkan
perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini
menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan
antara dunia privat dan publik. Setiap manusia -demikian menurut mereka- punya
kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada
perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakngan pada perempuan ialah karena
disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan
diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan
bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.
b.
Feminisme
Radikal
Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 70-an di
mana aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme
perempuan". Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur
seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun
1960an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman
penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem
masyarakat yang sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang
"radikal".
c.
Feminisme
Post Modern
Feminisme Anarkisme lebih bersifat sebagai suatu
paham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara
dan laki-laki adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus
dihancurkan.
d.
Feminisme
Sosialis
Sebuah faham yang berpendapat "Tak Ada
Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme".
Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga
perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas
istri dihapuskan seperti ide Marx yang mendinginkan suatu masyarakat tanpa
kelas, tanpa pembedaan gender.
C.
Artikel
Judul:
Pengaruh gender terhadap kepuasan kerja dan
keinginan berpindah
Dunia kerja secara umum didominasi oleh kaum lelaki.
Hal tersebut dapat dilihat dari karakter seorang lelaki yang cenderung bersifat maskulin.
Dari hasil penelitian mengatakan bahwa karakter maskulin dapat bertahan di
lingkungan yang level kompetisinya tinggi, tekanan kerja yang berat, serta
pengendalian dan pengawasan yang ketat. Dari hal tersebut para wanita dituntut
untuk berkarakter sama dengan lelaki saat bekerja dengan situasi tersebut misal
dalam kantor akuntan publik.
Adanya perbedaan karakter antara laki-laki dan
perempuan menyebabkan wanita tidak dapat memperoleh kesempatan yang sama dalam
peningkatan karier. Tingkat turnover yang
tinggi adalah salah satu penyebab rendahnya kepuasan kerja yang mungkin sulit bagi perempuan untuk membagi waktunya untuk pekerjaan maupun
keluarga, karena memang sudah kodratnya untuk menjadi feminim dan berurusan
dalam hal keluarga.
III.
Kesimpulan
Tingkatan dimana kultur (bubaya) lebih menyukai peran-peran maskulin
tradisional seperti pencapaian, kekuatan, dan pengendalian dibandingkan dengan
budaya yang memandang pria dan wanita memiliki kedudukan yang sejajar.
Penilaian maskulinitas yang tinggi menunjukkan bahwa terdapat peran yang
terpisah untuk pria dan wanita, dengan pria yang mendominasi dimasyarakat
(dunia kerja). Penialain femininitas yang tinggi berarti bahwa terdapat sedikit
perbedaan antara peran pria dan wanita.
Dalam hal ini tingkat femininitas yang tinggi tidak berarti bahwa kultur
(budaya) tersebut menekan peran wanita, akan tetapi justru menekankan persamaan
antara pria dan wanita. Pada keadaan ini wanita diperlakukan sama dengan pria
dalam segala hal aspek kehidupan. Walaupun ada bebrapa hal yang menyebabkan
kurang kepuasan kerja karena kodrat feminim dan berurusan dengan hal keluarga.
Refferensi:
- Stephen, Robbin.
Introduction of Organizational Behavior. 2011. Edisi 12. Jakarta: Salemba
Empat.
- Artikel: Pengaruh gender terhadap kepuasan kerja dan keinginan berpindah
- eprint.ums.ac.id/11302/2/Bab_1.PDF
Comments
Post a Comment